Ryan, seorang pemandu asal Desa Paoq Kambut, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) meninggal saat melakukan pendakian di jalur Selatan Rinjani, Timbanuh.
"Tadi pagi kami terima laporan ada yang jatuh, langsung kami kirimkan satu tim untuk melakukan evakuasi," kata Kepala Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Agus Budiono, Selasa (26/8/2014).
Dari data yang dihimpun, Ryan diperkirakan terjatuh dalam jurang saat perjalanan dari danau Segara Anak menuju Pelawangan, Timbanuh, Minggu (24/8/2014) pagi sekitar pukul 10.00 Wita.
Menurut Agus, alumni mahasiswa IKIP Mataram ini menjadi guideatau pemandu bagi rombongan pencinta alam dari Jakarta. Mereka melakukan pendakian melalui jalur Selatan Rinjani, Timbanuh.
Jalur yang dilalui korban, kata Agus, bukanlah jalur resmi pendakian. "Ada dua jalur resmi menuju Rinjani yaitu melalui Senaru dan Sembalun," katanya.
Pihaknya sempat mengalami kesulitan mencari korban karena setelah dicek, rombongan ini tidak tercatat oleh petugas. Saat ini, satu tim TNGR telah diturunkan untuk melakukan evakuasi korban.
Agus mengimbau kepada seluruh pengunjung yang akan melakukan pendakian ke Gunung Rinjani, agar melalui jalur resmi.
"Sebaiknya melalui jalur resmi, karena jika ada masalah atau kecelakaan bisa lebih cepat ditangani dan dievakuasi," kata Agus.
Pendaki asal Bandung, Fitra Widianwari, dilaporkan meninggal dunia di kawasan Gunung Binaya, Kabupaten Maluku Tengah. Dia meninggal setelah kondisinya melemah akibat terkena hipotermia saat mendaki gunung tertinggi di Maluku tersebut.
Kabar meninggalnya pendaki senior asal Bandung, Jawa Barat, yang juga tercatat sebagai anggota kelompok pecinta alam Lawalata Institut Pertanian Bogor ini disampaikan langsung oleh Tabur Muhammad, Kepala Balai Taman Nasional Manusela, saat dihubungi dari Ambon, Senin (8/12/2014).
"Benar, Pak, dia (Fitra) sudah meninggal dunia," ujarnya singkat.
Menurut Tabur, informasi tersebut diperoleh dari pendaki asal Ambon yang ikut membawa turun Fitra dari Gunung Binaya saat korban terkena hipotermia pada ketinggian 2.080 mdpl.
"Informasi ini baru saya dapat tadi dari salah satu pendaki yang ikut mengevakuasi korban. Kemungkinan, korban ini telah meninggal sejak Sabtu (8/12/2014), dan saat ini evakuasi masih dilakukan," ujarnya.
Saat ini, istri dan juga kakak kandung korban telah menuju Kabupaten Maluku Tengah untuk menanti proses evakuasi. Proses tersebut dibantu oleh tim Basarnas Ambon dan juga tim dari Balai Taman Nasional Manusela.
Sebelumnya, kakak kandung Fitra juga mengatakan bahwa korban memiliki riwayat penyakit malaria. Kabar tentang meninggalnya Fitra sempat simpang siur. Para pendaki yang mengevakuasi korban pun tidak dapat dihubungi karena tidak ada sinyal di kawasan tersebut.
Informasi meninggalnya korban baru dilaporkan salah satu pendaki setelah dia kembali ke puncak Binaya untuk menginformasikan insiden itu.
Sebelumnya diberitakan, salah satu pendaki lokal asal Ambon, Agusalim Patty, mengatakan bahwa korban dievakuasi setelah terkena hipotermia di batas vegetasi pada ketinggian lebih kurang 2.080 mdpl.
Saat itu, korban dalam kondisi parah, dan akhirnya ditandu melalui jalur utara. Korban sendiri melakukan pendakian ke Gunung Binaya sejak tanggal 30 November, bersama dua pendaki asal Ambon.
Hipotermia adalah kondisi ketika mekanisme sistem pengaturan suhu tubuh kesulitan mengatasi tekanan suhu dingin. Orang yang terkena hipotermia ringan akan menunjukkan gejala-gejala, seperti melantur saat bicara, kulit menjadi sedikit berwarna abu-abu, detak jantung melemah, tekanan darah menurun, dan terjadi kontraksi otot sebagai usaha dari tubuh untuk menghasilkan panas.
Mario Alpanso Rodriguez (26), seorang pendaki asal Republik Dominika, ditemukan tewas di Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Benar ada kecelakaan yang menyebabkan pendaki berkebangsaan Dominika meninggal dunia," kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Agus Budiono, Minggu (10/8/2014).
Menurut Agus, pihaknya belum bisa memastikan kronologi kejadian secara detail yang menyebabkan korban meninggal dunia. Menurut informasi yang diterima TNGR, korban meninggal saat dievakuasi turun dari pendakian.
Agus menceritakan, saat itu, korban mendesak untuk dibawa turun dari pendakian karena merasa kondisi badannya sakit. Karena didesak, akhirnya korban dijemput dengan sepeda motor di Pos II, sekitar pukul 00.30 Wita, Minggu dini hari.
"Saat dievakuasi pakai motor itulah terjadi kecelakaan, jatuh di tempat yang curam akhirnya dia meninggal," kata Agus.
Hingga saat ini pihak TNGR bersama petugas kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait sebab pasti kematian korban. Sementara jenazah korban dititipkan di RSUD Selong, Lombok Timur untuk proses otopsi.
Mario Rodriguez mulai mendaki Gunung Rinjani pada Jumat (8/8/2014). Jenazah berhasil dievakuasi oleh porter, petugas kesehatan dan petugas TNGR melalui jalur pendakian Sembalun pada Minggu dini hari.
"Benar ada kecelakaan yang menyebabkan pendaki berkebangsaan Dominika meninggal dunia," kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Agus Budiono, Minggu (10/8/2014).
Menurut Agus, pihaknya belum bisa memastikan kronologi kejadian secara detail yang menyebabkan korban meninggal dunia. Menurut informasi yang diterima TNGR, korban meninggal saat dievakuasi turun dari pendakian.
Agus menceritakan, saat itu, korban mendesak untuk dibawa turun dari pendakian karena merasa kondisi badannya sakit. Karena didesak, akhirnya korban dijemput dengan sepeda motor di Pos II, sekitar pukul 00.30 Wita, Minggu dini hari.
"Saat dievakuasi pakai motor itulah terjadi kecelakaan, jatuh di tempat yang curam akhirnya dia meninggal," kata Agus.
Hingga saat ini pihak TNGR bersama petugas kepolisian masih melakukan penyelidikan terkait sebab pasti kematian korban. Sementara jenazah korban dititipkan di RSUD Selong, Lombok Timur untuk proses otopsi.
Mario Rodriguez mulai mendaki Gunung Rinjani pada Jumat (8/8/2014). Jenazah berhasil dievakuasi oleh porter, petugas kesehatan dan petugas TNGR melalui jalur pendakian Sembalun pada Minggu dini hari.
Empat pendaki berhasil diselamatkan dari Gunung Gamalama yang meletus pada pukul 22.41 WIT, pada Kamis (18/12/2014). Mereka pun kini dikirim ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Chasan Boesoirie.
Mereka yang sukses diselamatkan adalah Zainuddin Bayau (14), Mahatir Indra Amri (16), Anggi Juwandi (17), dan Niki (19). Keempatnya merupakan warga Salero, Ternate.
Sementara, sebelumnya dikabarkan ada sepuluh pendaki yang terjebak di sana. Para pendaki itu, masing-masing Ir dan Rian, warga kelurahan Tafure, Agung (Koloncucu), Jai, Ando, Anggi, Niky dan Randy (warga Salero), kesemuanya dari kecamatan Ternate Utara. Bersama dengan mereka, dua warga kaki gunung yakni kelurahan Tongole yang belum teridentifikasi namanya.
Mereka dikabarkan mendaki puncak Gunung Ternate pada Kamis sore. Namun, para pendaki ini tidak melaporkan aktivitasnya pada petugas pos pemantau di titik pertama jalur pendakian yakni Kelurahan Marikurubu.
Bersama mereka, turut serta dua pendaki lainnya, yakni Khairul dan Asril, warga Kelurahan Salero. “Namun dua orang ini sudah kembali dan dilaporkan selamat,” kata staf Palang Merah Indonesia (PMI) Maluku Utara, Andre, Jumat (19/12/2014) dinihari WIT.
Beberapa saat sebelum meletusnya gunung, mereka dikabarkan sempat menelepon pihak keluarga dan memberitahukan posisi tempat berlindung mereka.“Mereka sempat melepas suar berupa senter laser hijau ke arah pos pemantau. Namun, karena tertutup kabut asap, cahaya tersebut kini sudah tidak bisa terlihat lagi,” imbuh Andre.
PMI, lanjut Andre, sedang berkoordinasi dengan tim SAR lokal untuk segera melakukan proses pencarian dan evakuasi bagi para pendaki tersebut. Status Gunung Gamalama pun sudah dinaikan ke siaga Level III.
Mereka yang sukses diselamatkan adalah Zainuddin Bayau (14), Mahatir Indra Amri (16), Anggi Juwandi (17), dan Niki (19). Keempatnya merupakan warga Salero, Ternate.
Sementara, sebelumnya dikabarkan ada sepuluh pendaki yang terjebak di sana. Para pendaki itu, masing-masing Ir dan Rian, warga kelurahan Tafure, Agung (Koloncucu), Jai, Ando, Anggi, Niky dan Randy (warga Salero), kesemuanya dari kecamatan Ternate Utara. Bersama dengan mereka, dua warga kaki gunung yakni kelurahan Tongole yang belum teridentifikasi namanya.
Mereka dikabarkan mendaki puncak Gunung Ternate pada Kamis sore. Namun, para pendaki ini tidak melaporkan aktivitasnya pada petugas pos pemantau di titik pertama jalur pendakian yakni Kelurahan Marikurubu.
Bersama mereka, turut serta dua pendaki lainnya, yakni Khairul dan Asril, warga Kelurahan Salero. “Namun dua orang ini sudah kembali dan dilaporkan selamat,” kata staf Palang Merah Indonesia (PMI) Maluku Utara, Andre, Jumat (19/12/2014) dinihari WIT.
Beberapa saat sebelum meletusnya gunung, mereka dikabarkan sempat menelepon pihak keluarga dan memberitahukan posisi tempat berlindung mereka.“Mereka sempat melepas suar berupa senter laser hijau ke arah pos pemantau. Namun, karena tertutup kabut asap, cahaya tersebut kini sudah tidak bisa terlihat lagi,” imbuh Andre.
PMI, lanjut Andre, sedang berkoordinasi dengan tim SAR lokal untuk segera melakukan proses pencarian dan evakuasi bagi para pendaki tersebut. Status Gunung Gamalama pun sudah dinaikan ke siaga Level III.
Diduga Tersesat, Pendaki Tewas di Gunung Sumbing
Seorang pendaki yang belum diketahui identitasnya, ditemukan tewas di bawah puncak Gunung Sumbing, kawasan Watu Kasur hutan lindung Perhutani, Rabu (3/12/2014). Setelah dievakuasi, petugas langsung membawa mayat laki-laki itu ke RSK Ngestiwaluyo untuk menjalani Visum et repertum.
Asisten Perum Perhutani, Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Temanggung, Cahyono mengatakan pendaki asal Magelang melaporkan ke pos pendakian bahwa dirinya melihat sesosok mayat di lereng gunung Sumbing Rabu sekitar pukul 05.30 WIB, yang kemudian diteruskan pada kepolisian, tim SAR, BPBD, PMI dan TNI. "Tim kemudian bergerak untuk mencari mayat dan mengevakuasi," katanya.
Dikatakan, petugas dari perhutani terlibat dalam pencarian itu, terutama petugas yang ada di Resor Pemangku Hutan (RPH) Kacepit. Petugas terlibat karena lokasi temuan mayat sebagai wilayah kerja dari Perhutani. Lamanya evakuasi karena terkendala cuaca dan hujan yang terus mengguyur sepanjang siang hingga sore.
Komandan Koramil Bulu, Kapten Inf Suripto, mengatakan, mayat pendaki ditemukan tergeletak di hutan lindung, tidak jauh dari puncak Gunung Sumbing. Tim langsung mengevakuasi kebawah untuk menjalani visum et repertum. "Kami belum mengetahui identitas korban, kami masih mencarinya," katanya.
Koordinator evakuasi SAR Temanggung mengatakan korban tidak membawa peralatan dan perbekalan untuk mendaki gunung Sumbing. Diduga korban kedinginan dan kelaparan saat pendakian hingga kemudian sakit dan pinsan. "Korban seorang diri, maka saat sakit tidak ada yang menolong," katanya.
Kasi Darurat Bencana dan Logistik, BPBD Temanggung, Eko Suprapto mengatakan, umur korban sekitar 30 tahun dan tidak membawa kartu identitas. Tidak ada luka pada tubuh korban, saat ditemukan korban telanjang dada dan berposisi meringkuk, serta sarungnya tidak dipakai.
"Memang ada laporan orang hilang dari Kaliangkrik Magelang, tetapi kami masih mengkonfirmasinya," katanya. (Osy)
Asisten Perum Perhutani, Bagian Kesatuan Pemangku Hutan (BKPH) Temanggung, Cahyono mengatakan pendaki asal Magelang melaporkan ke pos pendakian bahwa dirinya melihat sesosok mayat di lereng gunung Sumbing Rabu sekitar pukul 05.30 WIB, yang kemudian diteruskan pada kepolisian, tim SAR, BPBD, PMI dan TNI. "Tim kemudian bergerak untuk mencari mayat dan mengevakuasi," katanya.
Dikatakan, petugas dari perhutani terlibat dalam pencarian itu, terutama petugas yang ada di Resor Pemangku Hutan (RPH) Kacepit. Petugas terlibat karena lokasi temuan mayat sebagai wilayah kerja dari Perhutani. Lamanya evakuasi karena terkendala cuaca dan hujan yang terus mengguyur sepanjang siang hingga sore.
Komandan Koramil Bulu, Kapten Inf Suripto, mengatakan, mayat pendaki ditemukan tergeletak di hutan lindung, tidak jauh dari puncak Gunung Sumbing. Tim langsung mengevakuasi kebawah untuk menjalani visum et repertum. "Kami belum mengetahui identitas korban, kami masih mencarinya," katanya.
Koordinator evakuasi SAR Temanggung mengatakan korban tidak membawa peralatan dan perbekalan untuk mendaki gunung Sumbing. Diduga korban kedinginan dan kelaparan saat pendakian hingga kemudian sakit dan pinsan. "Korban seorang diri, maka saat sakit tidak ada yang menolong," katanya.
Kasi Darurat Bencana dan Logistik, BPBD Temanggung, Eko Suprapto mengatakan, umur korban sekitar 30 tahun dan tidak membawa kartu identitas. Tidak ada luka pada tubuh korban, saat ditemukan korban telanjang dada dan berposisi meringkuk, serta sarungnya tidak dipakai.
"Memang ada laporan orang hilang dari Kaliangkrik Magelang, tetapi kami masih mengkonfirmasinya," katanya. (Osy)
Siswa SMAN 1 Makassar Meninggal di Gunung Kantisang - See more at: http://fajar.co.id/2014/11/30/siswa-sman-1-makassar-meninggal-di-gunung-kantisang.html#sthash.DFngnPdz.dpuf
Anggota Pencinta Alam (Sispala) Kalpataru, SMAN 1 Makassar, Andi Muhammad Fitra, 15 tahun dikabarkan meninggal dalam pendakian Gunung Kantisang, Dusun Balocci, Desa Benteng Gajah, Kecamatan Tompobulu, Maros, Sabtu 29 November sore.
Kegiatan ekstrakurikuler sekolah yang diikuti Fitra itu didampingi seorang guru, Rukayah. Dia mengikuti kegiatan pendakian gunung bersama 20 siswa SMA Negeri I Makassar lainnya dengan berjalan kaki mulai dari Dusun Balocci, kemudian berakhir di Padang Tarring, Kecamatan Parangloe, Gowa.
Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polres Maros, Iptu Jumahir mengungkapkan hal itu, Minggu 30 November. Sesuai keterangan rekan korban, Fitra mengikuti kegiatan pendakian gunung pukul 08.00 Wita, di Dusun Balocci. Kemudian, dalam perjalanan sekitar pukul 16.30 Wita, korban kelelahan dan tiba-tiba mengalami kejang- kejang dan lemas. Seperti terkena penyakit epilepsi (penyakit ayam). “Diduga korban meninggal karena mengindap penyakit epilepsi sekitar pukul 17.00 Wita ,” ungkap Jumahir. (rin)
Mahasiswa UNS Pendaki Gunung Dilaporkan Tersesat di Gunung Merapi
Seorang mahasiswa Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) bernama Kunto Bagus Satrio (21) dan seorang temannya dari Magelang bernama Leo (21) dilaporkan tersesat saat melakukan pendakian di gunung Merapi.
Dua orang tersebut awalnya berangkat dengan tiga orang teman lainnya pada Sabtu (13/12/2014) malam melalui Pos Dukuh Plalangan Desa Lencoh Selo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Ketiga teman mereka mendadak sakit lalu dievakuasi oleh tim SAR Barameru Lencoh.
Samsuri, anggota tim SAR Barameru Lencoh mengatakan, pihaknya sudah berhasil mengevakuasi tiga orang pendaki, namun belum bisa mengetahui posisi Kunto Bagus dan Leo, yang terpisah dengan tiga temannya yang sakit.
“Tim SAR hingga kini masih dalam proses pencarian dua pendaki itu, sedangkan tiga pendaki lainnya sakit sedang proses evakuasi ke bawah,” kata Samsuri yang juga petugas Pos Pendakian Dukuh Plalangan, seperti dilansir Antara, Minggu (14/12/2014).
Menurut Samsuri, untuk ketiga teman dari dua pendaki tersesat itu kemungkinan akan sampai di bawah pada minggu malam. “Tim SAR sedang evakuasi ketiga pendaki yang sakit di Pos II. Rombongan kemungkinan sampai bawah Minggu malam,” terangnya.
Samsuri menjelaskan bahwa jumlah pendaki yang berangkat sejak hari Sabtu atau bersamaan dengan dua pendaki yang hilang itu mencapai 300 orang pendaki. Saat ini Samsuri sudah berkoordinasi dengan Komandan SAR Boyolali Kurniawan Fajar Prasety untuk melakukan pencarian lebih lanjut keberadaan Bagus dan Leo.
Detik-detik Tewasnya Mahasiswa UGM di Gunung Semeru
Achmad Fauzi, mahasiswa pascasarjana jurusan teknik elektro Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, meninggal dunia saat mendaki Gunung Semeru. Selain berstatus mahasiswa pasca sarjana UGM, korban juga tercatat sebagai pegawai di Sekretariat DPRD Kabupaten Aceh Singkil.
"Almarhum adalah pegawai di Sekretariat DPRD Aceh Singkil. Kuliah di UGM karena mendapat beasiswa dari tempatnya bekerja," kata Dedy, rekan Achmad Fauzi saat berada di kamar mayat Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang, Jawa Timur, Selasa (4/11/2014).
Achmad Fauzi, 32 tahun, mendaki Gunung Semeru bersama Dedy dan 4 orang lainnya yakni Ali Akbar (mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Siti, Yogi dan Ryan (ketiganya mahasiswa STMIK Amikom Yogyakarta). Pendakian ini merupakan pengalaman pertama mereka di Gunung Semeru.
"Saya sudah beberapa kali naik gunung di Jawa Barat. Sedangkan Fauzi sering mendaki gunung di Aceh. Tapi ini kali pertama kami mendaki Gunung Semeru," papar Dedy.
Dedy mengaku dialah yang mengajak Fauzi dan rekan lainnya mendaki Semeru. Namun saat berangkat mereka terpisah dalam 2 rombongan dan tiba di Malang pada hari yang sama, yakni Minggu 2 November lalu.
"Kami sama-sama berangkat dari Yogyakarta. Fauzi bersama Ali Akbar naik mobil travel, saya dan lainnya naik mobil pribadi," ucap Dedy.
Saat proses pendakian, rombongan berjumlah 6 orang itu dibagi dua. Tiga orang memilih bertahan di Ranukumbolo yakni Siti, Yogi, dan Ryan. Sedangkan Achmad Fauzi, Dedy, dan Ali melanjutkan perjalanan ke Kalimati.
Pada Senin 3 November sekitar pukul 05.00 WIB, 3 orang di Kalimati tersebut melanjutkan perjalanan menuju puncak Semeru. Sekitar pukul 07.45 WIB, terjadi cuaca buruk yang disertai angin kencang sehingga memaksa mereka beristirahat di Watu Gede. Ali Akbar berada di posisi paling atas, kemudian Dedy dan Achmad Fauzi paling bawah.
"Jarak kami satu dengan yang lain sekitar 15 meter. Saat itu tiba-tiba ada batu dengan diameter sekitar 1 meter jatuh dari atas," tutur Dedy. Dia dan Ali bisa menghindari batu besar itu. Namun Achmad Fauzi tak sempat menghindari, sehingga batu tersebut menimpa kepalanya. Hidung dan mulut Fauzi sontak mengucurkan darah segar dan nyawanya gagal diselamatkan.
Setelah kejadian itu, Dedy memilih bertahan di Watu Gede menunggu jenazah Achmad Fauzi. Sementara Ali Akbar bergerak turun melaporkan peristiwa itu ke petugas. Tim SAR gabungan langsung naik ke lokasi kejadian setelah menerima laporan Ali Akbar.
Jenazah korban rencananya akan dibawa ke rumah duka di Kampung Tulakan Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil besok pagi, Rabu 5 November 2014.
Kepala Balai Besar Bromo Tengger Semeru, Ayu Dewi Utari, mengatakan, sebelumnya telah mengingatkan bahwa batas pendakian hanya sampai Kalimati. Tapi rombongan tetap nekat menuju puncak.
Pendakian ke puncak Semeru dilarang karena hingga saat ini, status gunung tertinggi di Pulau Jawa itu masih waspada atau level II. Selain itu, biasanya pada musim kemarau, cuaca di atas gunung sangat ekstrim. Beberapa pekan lalu cuaca pernah mencapai 6 derajat celsius di malam hari. (Mut)
"Almarhum adalah pegawai di Sekretariat DPRD Aceh Singkil. Kuliah di UGM karena mendapat beasiswa dari tempatnya bekerja," kata Dedy, rekan Achmad Fauzi saat berada di kamar mayat Rumah Sakit Syaiful Anwar (RSSA) Malang, Jawa Timur, Selasa (4/11/2014).
Achmad Fauzi, 32 tahun, mendaki Gunung Semeru bersama Dedy dan 4 orang lainnya yakni Ali Akbar (mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), Siti, Yogi dan Ryan (ketiganya mahasiswa STMIK Amikom Yogyakarta). Pendakian ini merupakan pengalaman pertama mereka di Gunung Semeru.
"Saya sudah beberapa kali naik gunung di Jawa Barat. Sedangkan Fauzi sering mendaki gunung di Aceh. Tapi ini kali pertama kami mendaki Gunung Semeru," papar Dedy.
Dedy mengaku dialah yang mengajak Fauzi dan rekan lainnya mendaki Semeru. Namun saat berangkat mereka terpisah dalam 2 rombongan dan tiba di Malang pada hari yang sama, yakni Minggu 2 November lalu.
"Kami sama-sama berangkat dari Yogyakarta. Fauzi bersama Ali Akbar naik mobil travel, saya dan lainnya naik mobil pribadi," ucap Dedy.
Saat proses pendakian, rombongan berjumlah 6 orang itu dibagi dua. Tiga orang memilih bertahan di Ranukumbolo yakni Siti, Yogi, dan Ryan. Sedangkan Achmad Fauzi, Dedy, dan Ali melanjutkan perjalanan ke Kalimati.
Pada Senin 3 November sekitar pukul 05.00 WIB, 3 orang di Kalimati tersebut melanjutkan perjalanan menuju puncak Semeru. Sekitar pukul 07.45 WIB, terjadi cuaca buruk yang disertai angin kencang sehingga memaksa mereka beristirahat di Watu Gede. Ali Akbar berada di posisi paling atas, kemudian Dedy dan Achmad Fauzi paling bawah.
"Jarak kami satu dengan yang lain sekitar 15 meter. Saat itu tiba-tiba ada batu dengan diameter sekitar 1 meter jatuh dari atas," tutur Dedy. Dia dan Ali bisa menghindari batu besar itu. Namun Achmad Fauzi tak sempat menghindari, sehingga batu tersebut menimpa kepalanya. Hidung dan mulut Fauzi sontak mengucurkan darah segar dan nyawanya gagal diselamatkan.
Setelah kejadian itu, Dedy memilih bertahan di Watu Gede menunggu jenazah Achmad Fauzi. Sementara Ali Akbar bergerak turun melaporkan peristiwa itu ke petugas. Tim SAR gabungan langsung naik ke lokasi kejadian setelah menerima laporan Ali Akbar.
Jenazah korban rencananya akan dibawa ke rumah duka di Kampung Tulakan Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil besok pagi, Rabu 5 November 2014.
Kepala Balai Besar Bromo Tengger Semeru, Ayu Dewi Utari, mengatakan, sebelumnya telah mengingatkan bahwa batas pendakian hanya sampai Kalimati. Tapi rombongan tetap nekat menuju puncak.
Pendakian ke puncak Semeru dilarang karena hingga saat ini, status gunung tertinggi di Pulau Jawa itu masih waspada atau level II. Selain itu, biasanya pada musim kemarau, cuaca di atas gunung sangat ekstrim. Beberapa pekan lalu cuaca pernah mencapai 6 derajat celsius di malam hari. (Mut)
0 komentar :
Posting Komentar