Pancoran - PASCA peringatan Mayday tahun lalu, tepatnya 29 Juli 2013 Presiden SBY mengeluarkan Keppres 24 tahun 2013 tentang Penetapan tanggal 1 Mei sebagai Hari Libur. Artinya, mulai tahun 2014, setiap tanggal 1 Mei akan menjadi hari libur nasional dan kaum buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja di perusahaan.
Bagi kaum buruh apa makna sesungguhnya dibalik keluarnya Keppres ini? Dalam sejarah di Indonesia, kaum buruh sudah sejak lama memperingati Mayday, bahkan sebelum bangsa ini merdeka. Kemudian setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia juga memberikan penghargaan dengan membebaskan buruh bekerja pada 1 Mei, melalui UU Kerja nomor 12 tahun 1948, pada pasal 15 ayat 2 dinyatakan “Pada hari 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban kerja”. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara Asia pertama yang menetapkan satu mei sebagai hari buruh. Namun dimasa orde baru, satu mei tidak lagi diperingati sebagai hari buruh dan menjadi hari libur nasional. Rejim Soeharto bahkan melarang kaum buruh untuk melakukan peringatan hari buruh, aksi-aksi peringatan Mayday masuk dalam kategori subversif atau usaha menjatuhkan kekuasaan negara.
Aksi-aksi peringatan Mayday mulai kembali dilakukan oleh kaum buruh pada awal 90-an untuk menyuarakan aspirasinya. Selain membawa tuntutan tentang upah, PHK, pemberangusan serikat, dalam setiap aksinya kaum buruh juga menuntut agar satu mei kembali ditetapkan menjadi hari libur nasional. Tuntutan atas hal ini terus diusung oleh kaum buruh sampai peringatan Mayday tahun lalu. Apabila kemudian pemerintah mengeluarkan Keppres 24/2013, itu sama sekali bukan karena kebaikan rejim SBY, melainkan hasil perjuangan militan kaum buruh di Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi bukti, bahwa setiap perjuangan kolektif yang dilakukan secara konsisten, tanpa kenal lelah pasti akan memberikan hasil yang menguntungkan bagi kaum buruh.
Masifnya Kebijakan Perampasan Upah terhadap Kaum Buruh
Masalah upah bagi kaum buruh akan terus menjadi tema utama, menjadi isu poros bagi perjuangan buruh. Di Indonesia, kenaikan upah buruh ditetapkan setiap satu tahun sekali, meskipun nominalnya selalu mengalami peningkatan, namun nilai upah secara riil masih belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan hidup bagi buruh. Hal ini dikarenakan, pada setiap kenaikan upah selalu dibarengi dengan kebijakan pemerintah yang tidak pro-buruh. Untuk menghadapi kenaikan upah tahun 2014, pemerintah sudah mempersiapkan hal ini dalam periode yang cukup panjang, ini dilakukan agar dapat meredam gelombang demonstrasi buruh pada saat pengumuman penetapan kenaikan upah. Selain mempertahankan Kepmen 231/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum, yang memungkinkan bagi perusahaan untuk tidak menjalankan keputusan gubernur tentang upah minimum, pemerintah pada akhir tahun 2013 secara beruntun mengeluarkan kebijakan yang mempertahankan politik upah murah di Indonesia. Pada bulan September 2013 SBY mengeluarkan Inpres nomor 9 tahun 2013 tentang Pembatasan Upah Minimum. Inpres ini membuka peluang yang besar kepada pengusaha untuk tidak menjalankan pelaksanaan upah minimum. Kedudukan Inpres ini kemudian diperkuat dengan Kepmen nomor 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum, dimana isi dari Kepmen ini lebih memberikan penjelasan terhadap Inpres yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
Skema perampasan upah terhadap kaum buruh juga lahir melalui UU nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS). Sejak 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan secara resmi telah diberlakukan di Indonesia. Bagi buruh yang bekerja, diberlakukannya BPJS Kesehatan mulai 1 Januari 2014 akan membuat buruh mengeluarkan biaya yang berlebih, karena mereka akan menjadi peserta 2 (dua) BPJS, yaitu kesehatan dan ketenagakerjaan, dengan demikian perampasan upah yang diterima buruh akan semakin masif.
Bahwa UU SJSN dan BPJS secara esensi bukanlah jaminan sosial, karena buruh masih tetap saja dipaksa untuk membayar iuran untuk mendapatkan hak demokratisnya (kesehatan), yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh negara. Akibatnya, buruh akan semakin tersita waktunya untuk memeras tenaga dan keringat guna memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kerja lembur yang panjang di pabrik, mencari pekerjaan sampingan diluar pabrik dan parahnya terjerumus dalam lilitan utang. Buruh menjadi kehilangan kesempatan untuk mengembangkan hidupnya, berkumpul bersama keluarga dan semakin terpuruk dalam skema penghisapan kapitalis besar komprador dan imperialis.
Pemilu Bukan Jalan Keluar bagi Persoalan Kaum Buruh
1 Mei 2014, akan menjadi momentum istimewa bagi seluruh kaum buruh. Di Indonesia khususnya, Mayday tahun ini diperingati ditengah hingar bingar politik dalam negeri, Pemilu Legislatif yang baru saja berakhir dan Pemilu Presiden pada 9 Juli 2014. Kaum buruh, dalam peringatan Mayday tahun ini penting untuk dapat menarik kesimpulan atas pengalaman perjuangannya, termasuk pengalaman menghadapi Pemilu yang menjadi agenda lima tahunan kaum borjuasi. Apakah Pemilu yang pernah diikuti oleh buruh memberikan perbaikan atas kehidupannya, apakah pemilu mampu menjawab persoalan PHK dan upah murah, sistem kerja kontrak dan outsourcing yang saat ini menjadi persoalan bagi kaum buruh. Apakah kemenangan-kemenangan perjuangan yang selama ini didapatkan oleh buruh lahir dari proses pemilu ataukah melalui perjuangan massa.
Pergantian anggota parlemen, pergantian presiden dinegeri ini, dalam kenyataannya sama sekali tidak memberikan perbaikan terhadap kehidupan kaum buruh. Anggota parlemen yang dihasilkan oleh pemilu tidak pernah dapat menyelesaikan persoalan pemeberangusan serikat buruh, tidak dapat memecahkan persoalan sistem kerja kontrak dan outsourcing, bahkan tidak sanggup melahirkan kebijakan atau perundang-undangan yang berpihak terhadap kepentingan kaum buruh. Setali tiga uang dengan parlemen, presiden yang juga dihasilkan dari proses pemilu malah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mempertahankan politik upah murah. Artinya, pemilu memang sama sekali sudah tidak berguna bagi kaum buruh karena tidak pernah memberikan perbaikan terhadap kehidupan buruh dan keluarganya. Justru, kenaikan upah buruh setiap tahunnya lahir dari aksi-aksi perjuangan massa yang bergelora dipabrik-pabrik hingga pusat-pusat pemerintahan. Sehingga, terus melancarkan aksi-aksi perjuangan massa harus menjadi fokus bagi kaum buruh agar tidak terseret dengan hiruk pikuk dan ilusi perubahan melalui pemilu.
GSBI sebagai organisasi Pusat Perjuangan Buruh di Indonesia, yang menghimpun kaum buruh dan berbagai bentuk formasi serikat buruh, dalam peringatan hari buruh sedunia 2014 akan mengusung tuntutan terkait Politik Upah Murah dan Perampasan Upah, Hentikan Perampasan Upah, Tanah dan Kerja, Berikan Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat yang sepenuhnya ditanggung oleh negara, Cabut Inpres Nomor 9/2013, Cabut Kepmen Nomor 7/2013, Cabut Kepmen 231/2003, Cabut UU SJSN dan BPJS, hapuskan sistem kerja jangka pendek dan outsourcing, Hentikan Praktek Union Busting dan Berikan jaminan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
Peringatan Hari Buruh Internasional 2014 digunakan bagi GSBI untuk terus memperkuat persatuan rakyat. Begitu banyak persoalan yang saat ini mengemuka dan dialami oleh rakyat Indonesia, ada problem perampasan tanah kaum tani di pedesaan dalam ekspansi perkebunan besar yang kian masif, problem akses mendapatkan pendidikan yang masih sangat terbatas, masalah-masalah kesehatan bagi perempuan dan anak, tidak adanya perlindungan yang sejati bagi buruh migran yang bekerja di luar negeri. Seluruh masalah ini berakar pada kebijakan rejim SBY-Budiono yang tidak pernah menyentuh atau berpihak kepada rakyat Indonesia. Rejim ini jauh lebih mementingkan kepentingan kapitalisme monopoli, menjalankan apa yang menjadi keinginannya tanpa pernah peduli akan kehidupan rakyatnya. Persatuan diantara sektor-sektor masyarakat inilah yang sesungguhnya mempunyai kedudukan dan peranan penting didalam perjuangan, yang akan memberikan jaminan kemenangan bagi rakyat Indonesia setahap demi setahap.
Dalam momentum peringatan Mayday 2014, Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI), menuntut :
1. Cabut Kepmen nomor 231/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah Minimum,
2. Cabut Inpres nomor 9/2013 tentang Pembatasan Upah Minimum,
3. Cabut Kepmen nomor 7/2013 tentang Upah Minimum
4. Cabut UU nomor 40/2004 tentang SJSN dan UU nomor24/2011 tentang BPJS,
5. Hapuskan sistem kerja kontrak jangka pendek dan outsourcing,
6. Hentikan Praktek Union Busting
7. Berikan jaminan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi,
8. Laksanakan Reforma agraria sejati dan bangun industri nasional
(KAT#018-BthY)
Sumber : http://utama.seruu.com/read/2014/04/29/211661/mayday-libur-nasional-hasil-perjuangan-militan-kaum-buruh
0 komentar :
Posting Komentar